Rabu, 13 November 2013

Naskah drama detik detik proklamasi


SCENE I
            Pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Hiroto memerintahkan penghentian permusuhan terhadap sekutu, setelah sebelumnya yaitu pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 sekutu menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita tentang genjatan senjata yang dilakukan oleh Jepang ini disiarkan di radio Jepang dari Tokyo. Ternyata siaran tersebut tertangkap di Indonesia dan Sutan Syahrir mendengarnya.
Sutan Syahrir  : Apakah kalian sudah mendengar berita tentang kekalahan Jepang?
Sukarni            : Belum, Bung. Benarkah itu? Apa yang terjadi dengan Jepang?
Sutan Syahrir  : Dari yang kudengar, Sekutu telah menjatuhkan bom di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Oleh sebab itulah, Jepang melakukan genjatan senjata.
Chaerul Saleh  : Kalau begitu, Jepang sudah tak ada wewenang lagi di negeri kita. Kita harus memfaatkan momen ini!

SCENE II
            Setelah mendengar berita kekalahan Jepang, Chaerul Saleh segera merencanakan pertemuan dengan anggota golongan muda lainnya untuk membicarakan masalah proklamasi kemerdekaan. Pertemuan ini dilangsungkan di Jl. Cikini No. 71 Jakarta pukul 20.00 WIB
Chaerul Saleh  : Teman-teman sekalian, sudahkah kalian mendengar berita tentang kekalahan Jepang?
Wikana            : Belum, kawan. Darimana engkau tahu tentang itu?
Chaerul Saleh  : Barusan saya dan Sukarni berkumpul dengan Syahrir, ia mendengar siaran radio Jepang yang mengumumkan berita tentang genjatan senjata itu.
Darwis             : Berarti negeri kita sekarang dalam kondisi Vacumm of  Power?
Chaerul Saleh : Benar. Demikian, saya mengumpulkan kalian semua disini untuk membicarakan masalah itu. Kita harus memanfaatkan situasi ini untuk memproklamirkan kemerdekaan.
Sukarni            : Tepat sekali. Kalau begitu, kita harus membagi tugas. Saya, Wikana, dan Chaerul Saleh akan pergi ke kediaman Ir. Soekarno untuk menyampaikan kabar ini. Sedangkan untuk Bung Darwis akan memerintahkan anggota pemuda lainnya untuk merebut kekuasaan dari jepang.




SCENE III
            Tanggal, 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00 WIB, di Jl. Pegangsaan Timur no.56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan.
Chaerul Saleh  : Sekarang Bung, sekarang! Malam ini juga kita kobarkan revolusi!
Sukarni            : Kita harus segera merebut kekuasaan! Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami!
Wikana            : Betul, kita harus memproklamasikan kemerdekaan ini!
            Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Ir. Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata :
Ir. Soekarno    : Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari!
Moh. Hatta      : Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasika kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri? Mengapa meminta Ir. Soekarno untuk melakukan hal itu?
Chaerul Saleh  : Apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah meyerah dan takluk dalam “Perang Sucinya”!. Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa?
Ir. Soekarno    : Kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak diatas kekuatan sendiri.
Wikana            : Tapi semakin cepat kita memproklamsikan kemerdekaan ini akan semakin cepat pula kita akan terbebas dari semua belenggu yang menyiksa ini.
Moh. Hatta      : Baiklah, tapi kita perlu waktu untuk beruding sebentar

SCENE IV
            Setelah perdebatan antara golongan tua dan golongan muda, kemudian golongan tua yang berada di kediaman Ir. Soekarno langsung membicarakan masalah tersebut di sebuah ruangan yang berbeda.
Moh. Hatta      : Bagaimana ini? Para pemuda menuntut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Ir. Soekarno    : Tapi kita tidak boleh gegabah, Bung. Kita butuh waktu untuk mempersiapkan semuanya dengan matang agar tidak terjadi sesuatu yang diinginkan.
Ahmad Soebardjo : Saya setuju. Menurut saya, yang terpenting sekarang adalah menghadapi Sekutu yang hendak berniat kembali berkuasa di negeri ini. Selain itu, masalah kemerdekaan sebaiknya dibicarakan lagi dalam sidang PPKI 18 Agustus mendatang.
Iwa Kusumasumantri : Lalu bagaimana dengan pendapat golongan muda? Apa kita abaikan saja?
Djojo Pranoto  : Ya, lagipula mereka masih muda, pemikiran mereka terlalu pendek. Kita harus melihat ke depan, mempersiapkannya dengan matang. Kalau tidak bagaimana nanti jika semuanya berantakan?
Iwa Kusumasumantri : Baiklah, Bung. Berarti kita semua sudah sepakat.

SCENE V
            Setelah berunding, semua golongan tua kembali keruangan dimana Sukarni, Wikana, dan Chaerul Saleh yang sudah menanti mereka.
Moh. Hatta      : Setelah kami berunding tadi, kami memutuskan untuk tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Apalagi tentang kemerdekaan Indonesia.
            Akhirnya, dengan berat hati Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh meninggalkan kediaman Ir. Soekarno.

SCENE VI
            Setelah meninggalkan tempat kediaman Ir. Soekarno mereka tetap bersikukuh untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Mereka pun menyusun strategi bagaimana membujuk Ir. Soekarno dan Moh. Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan sesegera mungkin. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengasingkan kedua tokoh itu ke Rengasdengklok agar terhindar dari pengaruh Jepang di Jakarta. Tepat pukul 04.00 WIB Chaerul Saleh dan Darwis tiba di kediaman Ir. Soekarno.
Chaerul Saleh  : Assalammualaikum
Moh. Hatta      : Waalaikumsalam. Ada apa saudara datang sepagi ini?
Darwis             : Kami bermaksud membawa Anda dan Ir. Soekarno untuk ikut kami menuju tempat pengasingan.
Ir. Soekarno    : Tempat pengasingan? Apa yang Saudara maksudkan?
Chaerul Saleh  : Ya, kami akan membawa kalian untuk diasingkan agar terhindar dari ancaman bentrok antara rakyat dan Jepang.
Moh. Hatta      : Baiklah, kami akan ikut.
Darwis             : Sebaiknya Ibu Fatmawati dan anak Anda turut serta, Bung. Untuk menjamin keselamatan mereka.
Ir. Soekarno    : Baiklah, saya akan mengajak mereka.
            Tepat pukul 04.30 WIB mereka pergi ke Rengasdengklok, dengan membawa Moh. Hatta, Ir. Soekarno beserta istri dan anaknya.
            Tiba di Rengasdengklok, para rombongan bertemun dengan Sydanco Subeno untuk menyerahkan Ir. Soekarno sekeluarga dan Moh. Hatta
Sydanco Singgih : Assalammu’alaikum.
Sydanco Subeno : Wa’alaikumsalam.
Sydanco Singgih : Maaf menggangu, saya akan menitipkan Bung Karno sekeluarga dan Bung Hatta . Tolong jaga mereka dengan baik.
Sydanco Subeno : Baiklah Bung , saya terima dan saya akan menjaga mereka dengan baik . Bung Karno, Bung Hatta, mari silahkan masuk .

SCENE VII
            Hilangnya Ir. Soekarno da Moh. Hatta secara misterius pagi itu, menimbulkan kepanikan di kalangan pemimpin Jakarta. Peristiwa ini baru diketahui oleh Ahmad Soebardjo pukul 08.00 WIB
Ahmad Soebardjo : Apakah anda tahu keberadaan Ir. Soekarno dan Bung Hatta?
Wikana            : Maaf, saya tidak tahu, Bung.
Ahmad Soebardjo : Katakanlah kepadaku dimana mereka sekarang, dan aku akan menjamin kemerdekaan untuk kalian esok harinya !
Sudiro             : Akankah Anda bersumpah untuk itu?
Ahmad Soebardjo : Kau bisa percaya padaku, Nak.
Wikana            : Baiklah, kami akan menunjukkan tempatnya, di Rengasdengklok.
Ahmad Soebardjo : (memanggil salah seorang pemuda) Hei, Nak! Tolong antarkan kami ke Rengasdengklok.
Yusuf Kunto : (menghentikan mobil) Maaf, saya, Pak? Baik, kalau begitu naiklah.(Ahmad Soebardjo naik ke mobil beserta Wikana dan Sudiro kemudian berangkat menuju Rengasdengklok)
           

SCENE VIII
            Setelah, sampai di Rengasdengklok, Ahmad Soebardjo segera melakukan perundingan dengan Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan para golongan muda dan tua lainnya yang ada disana.
Ir. Soekarno    : Nah, jelaskan sekarang mengapa Saudara sekalian membawa kami kesini.
Chaerul Saleh : Maafkan kelancangan kami, Bung. Ini demi keselamatan Anda.
Darwis             : Kami ingin membicarakan masalah proklamasi kembali.
Moh. Hatta      : Bukankah tempo hari sudah kami katakan kepada kalian, masalah kemerdekaan masih akan dibicarakan dalam sidang PPKI?
Chaerul Saleh  : Memang benar adanya. Tetapi kami semua berpendapat, Mengapa menunggu untuk dimerdekakan  Jepang? Mengapa menunggu hasil sidang PPKI, kalau kita bisa bergerak dengan kekuatan sendiri? PPKI itu bentukan Jepang, Bung. Kami ingin memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan dari Jepang.
Ir. Soekarno    : Pendapat itu benar. Namun, kita masih terlalu dini untuk memproklamasikan kemerdekaan. Selain itu kita belum siap dan masih membutuhkan bantuan dari Jepang untuk merdeka.
Darwis             : Bagaimana bila perkataan Jepang tentang kemerdekaan bangsa kita hanya janji manis belaka? Apa yang akan Anda lakukan?
Sukarni            : Apakah akan selamanya menunggu janji itu, Bung? Kita harus memproklamasikan kemerdekaan sekarang juga, demi rakyat yang sudah bertahun-tahun terbelenggu oleh penjajahan di Tanah Air mereka sendiri! Mereka berhak bebas, dan sekaranglah saatnya!
Sydanco Singgih : Tenang saudara sekalian. Mari kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin, tidak perlu ketegangan, ok?
            Setelah berkata seperti itu, Sydanco Singgih pergi keluar ruangan bersama Ir. Soekarno dan Moh. Hatta.

SCENE IX
            Setelah, mereka pergi keluar ruangan mereka segera melakukan perundingan.
Sydanco Singgih : Saya mengerti perhitungan Anda berdua mengenai masalah proklamasi ini, kita memang belum mempertimbangankan semuanya dengan matang. Tapi saya percaya kita dapat bangkit dan memanfaatkan situasi ini. Kesempatan tidak akan datang dua kali, Bung. Apa yang mereka katakan benar adanya dan saya mendukung mereka.
Moh. Hatta      : Tetapi, apakah kita bisa? Akankah ini semua mungkin dilakukan?
Sydanco Singgih : Tentu mungkin, Bung. Asal kita berusaha tentu akan kita temukan jalan keluarnya. Lagipula, para pemuda di Jakarta sedang menyusun strategi pertahan utuk mencegah serangan dari Jepang ataupun Sekutu yang tidak menerima proklamasi bangsa kita.
Ir. Soekarno    : Baiklah, saya setuju. Kita akan memproklamasikan kemerdekaan tanpa ada campur tangan Jepang.
            Setelah melakukan perundingan mereka kembali ke ruangan dimana para golongan tua dan muda sudah menunggu.

SCENE X
            Akhirnya, tepat pukul 17.30 WIB, rombongan dari Jakarta sampai di Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta
Ahmad Soebardjo : Syukurlah kalian semua baik-baik saja. Jadi, bagaimana keputusannya?
Moh. Hatta      : Kami setuju kemerdekaan akan dilaksanakan tanpa campur tangan Jepang.
Ahmad Soebardjo : Lalu, kapan kita akan melaksanakannya? Menurut saya, bagaimana jika besok? Pasukan pemuda di Jakarta sudah siap.
Ir. Soekarno    : Jika mungkin, ya kita akan melaksanakannya besok pagi.
            Setelah selesai perundingan di Rengasdengklok, semua anggota golongan tua maupun muda kembali ke Jakarta untuk membahas lanjut rencana proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.

SCENE XI
Akan tetapi, mereka tidak bisa langsung kembali ke Jakarta, karena dihadang oleh tentara PETA. Setelah Ahmad Soebardjo memberikan jaminan kepada komandan tentara PETA di Rengasdengklok bahwa kemerdekaan akan segera diproklamasikan keesokan harinya, Ahmad Soebardjo diperbolehkan membawa mereka kembali ke Jakarta pada malam itu juga. Akhirnya, pada tanggal 16 agustus 1945 rombongan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.00 WIB. Setelah menurunkan Fatmawati dan putranya di kediaman Ir. Soekarno, Pemimpin perjalanan Ahmad Soebardjo , membawa mereka langsung menuju rumah Laksamana Maeda di Jln Imam Bonjol No.1 Jakarta.
Ahmad Soebardjo       : (mengetuk pintu) Selamat malam.
Laksamana Maeda      : Selamat malam, Ada apa, Bung ?
Ahmad Soebardjo       : Maaf kami mengganggu Anda malam-malam begini. Kami perlu tempat untuk membicarakan rencana kemerdekaan yang akan dilangsungkan esok hari.
Laksamana Maeda      : Benarkah itu ? Kalau begitu,masuklah. Saya turut gembira mendengar kabar ini . Silakan gunakan ruangan yang kalian butuhkan. Saya akan pergi istirahat dulu.
Chairul Shaleh         : Terimakasih, Pak Perwira

               Perumusan Teks Proklamasi dilakukan di ruang makan rumah Laksamana Maeda. Tiga eksponen pemuda yaitu Sukarni, Sayuti Melik, dan B.M Diah menyaksikan Ir. Soekarno, Moh Hatta, dan Mr. Ahmad Soebardjo membahas perumusan naskah proklamasi. Lalu, muncullah beberapa perdebatan.

Ir. Soekarno : “Bagaimana jikalau di dalam teks proklamasi kita tuliskan kata ‘Proklamasi’dan mengucapkannya dengan lantang ?
Moh. Hatta : “Baiklah, saya setuju”
Mr. Ahmad Soebarjo : “Saya juga setuju, tapi bagaimana jika kalimat pertama dalam teks proklamasi adalah ‘Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia’ ?
Ir. Soekarno : “Usul yang bagus Bung !”
Moh. Hatta : “Itu bagus, apalagi jika kita menambahkan kata-kata ‘Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya’ di kalimat kedua ?”
Ahmad Soebardjo : “Mengapa begitu Bung?”
Moh. Hatta : “Karena menurut saya, kalimat pertama hanya mencerminkan kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasib sendiri, karena itu pernyataan terakhir sebaiknya berisi pemindahan kekusaan itu perlu.”
Ahmad Soebardjo dan Ir. Soekarno : Baik, kami setuju Bung.”
         Acara Perumusan naskah proklamasi berjalan lancar.Tidak ditemukan kesulitan untuk menemukan rumusan yang tepat. Sebagai hasil pembicaraan mereka dari Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo, di perolehlah rumusan yang di tulis tangan oleh Ir. Soekarno.

SCENE XII
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB, dibacakanlah rumusan naskah proklamasi untuk yang pertama kalinya di depan para hadirin yang berada di rumah Laksamana Maeda yang langsung disetujui. Namun kemudian timbullah persoalan tentang siapa saja yang akan menandatangani naskah proklamasi.
Chairul Shaleh            : Menurut saya, sebaiknya naskah ini jangan ditandatangani oleh anggota PPKI.
B.M Diah                    : Memang kenapa ? Lantas siapa yang akan menandatanganinya?
Chairul Shaleh             : PPKI kan lembaga bentukkan Jepang . Kita sudah sepakat tadi untuk melaksanakan proklamasi tanpa campur tangan Jepang.
Ahmad Soebardjo        : Kau benar, Nak. Bagaimana ini , Bung ?
Ir. Soekarno                 : Adakah dari kalian yang punya pendapat untuk menyelesaikan masalah ini?
Sukarni                         : Saya punya usul. Yang menandatangani teks cukup dua orang saja yaitu Anda dan Bung Hatta sebagai wakil dari bangsa Indonesia. Bagaimana?
Ir. Soekarno                : Usul yang bagus . Bagaimana hadirin ?
Hadirin (semua)           : Kami setuju !!!
B.M. Diah                   : Dan saya juga ingin usul. Bagaimana jika kata “tempoh”, diganti menjadi “tempo?”
Ahmad Soebardjo       : Dan saya juga punya usul. Bagaimana jika Djakarta 17  - 8 – 05 diganti menjadi Djakarta hari 17 boelan 08 tahoen 05?
Sukarni                        : Kalau begitu saya mempunyai usul lagi. Bagaimana jika kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi “Atas nama Bangsa Indonesia”, karena yang mendatangani hanya dua orang yaitu Bung Karno dan Bung Hatta?”
Ir. Soekarno                : Semua usul kalian sangat bagus. Bagaimana hadirin?
Hadirin (semua)           : Kami setuju !!!
Setelah  semuanya setuju, Ir. Soekarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik teks proklamasi
Ir. Soekarno        `       : Tolong kau ketik teks proklamasi ini. Jagalah teks ini baik-baik.
Sayuti Melik                : Baik, Bung . (dengan segera mengetik teks tersebut)
Sayuti Melik pun mengetik teks tersebut. Semua persiapan proklamasi rampung pada pukul 04.30 WIB. Lalu, semua hadirin pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan gembira.

SCENE XIII
        Setelah pulang kerumah masing-masing, kemudian para pemuda mengirimkan kurir-kurir untuk menyampaikan bahwa saat proklamasi telah tiba. Mereka juga mengatur pelaksanaan penyiaran berita proklamasi kemerdekaan. Menyebarkan beberapa pamfleet ke penjuru Jakarta dan sekitarnya. Pengeras suara diusahakan adanya. Semua dilakukan agar rakyat dapat turut menyaksikan momen paling berharga untuk bangsa Indonesia
Pada saat yang sama, Ir. Soekarno dan Ibu Fatmawati sampai di kediaman mereka dan berbincang sejenak.
Ir. Soekarno    : Alhamdulillah akhirnya semua berjalan dengan lancar. Terima kasih ibu telah menemani saya di saat-saat yang cukup menguras pikiran ini.
Ibu Fatmawati : Iya, terimakasih Gusti Allah yang telah memberikan jalan pada bangsa kita untuk memproklamasikan kemerdekaan. Oh iya pak, apakah kalian sudah merencanakan bagaimana proklamasi besok akan berlangsung ?
Ir. Soekarno    :  Sudah, kita akan melaksanakan upacara bendera, yang nanti akan di iringi lagu Indonesia Raya karya Bung Supratman.
Ibu Fatmawati : Bukankah kita belum punya bendera ? Lantas bagaimana ?
Ir. Soekarno    : Ya ampun, Bapak sampai lupa, Bu. Kalau begitu bagaimana jika Ibu saja yang menjahitkan bendera ?
Ibu Fatmawati : Tapi Ibu tidak punya kain, Pak. Kain yang ada hanya kain merah dan putih. Apa tidak apa-apa?
Ir. Soekarno     : Tentu saja. Buatlah bendera yang sederhana. Yang penting kita sudah berusaha untuk menyediakannya.
Ibu Fatmawati : Baiklah, Pak. Dan, Ibu punya ide. Kita namakan saja benderanya “Sang Saka Merah Putih”. Bagaimana ?
Ir. Soekarno    : Ide yang bagus. Ya, bendera pusaka “Sang Saka” dan warna nya merah putih , menjadi “Sang Saka Merah Putih” !
Ibu Fatmawati : Ya sudah, sebaiknya Bapak bersiap sana. Menyusun pidato yang nanti akan bapak bacakan.

SCENE XIV :
Hari Jum’at pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jl. Pegangsaan Timur No.56 , dilangsungkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sesaat sebelum upacara dimulai, Ir. Soekarno meminta Trimurti untuk mengibarkan bendera Merah Putih sebagai tanda awal kejayaan bangsa.
Ir. Soekarno               : Trimurti, tolong Anda kibarkan bendera Merah Putih ini sebagai tanda awal kejayaan bangsa ini. (sambil menyerahkan bendera)
Trimurti                : Siap, Bung. Saya akan menyuruh anak didik saya untuk mengibarkannya. (memanggil Suhud dan Latief) Hei, kalian ! Jaga baik-baik bendera ini. Kalian mendapat kehormatan untuk mengibarkan bendera ini untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia.
Latief dan Suhud : Siap, Komandan ! Kami tak akan mengecewakan Anda.
Tiba saatnya Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia…
Tokoh-tokoh pejuang Indonesia telah hadir di lokasi. Di antaranya yaitu Mr. AA. Maramis, HOS Cokroaminoto, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, M. Tabrani dll.
Suasana menjadi sangat hening. Ir. Soekarno dan Hatta dipersilahkan maju beberapa langkah dari tempatnya semula. Ir. Soekarno mendekati mikrofon. Dengan suaranya yang lantang dan mantap, Ir. Soekarno pun membacakan pidato pendahuluan sebelum beliau membacakan teks proklamasi.
















Pidato Ir. Soekarno :

               Saudara-saudara sekalian ! Saya telah minta Saudara hadir disini, untuk menyaksikan peristiwa maha penting dalam sejarah bangsa kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang umtuk merdeka. Bahkan telah beratus-ratus tahun lamanya, gelombang aksi kita tidak putus dalam berjuang untuk memerdekakan negeri ini. Kita jatuh bangun menyusun kekuatan untuk menggapai cita-cita Indonesia bebas dari penjajahan bangsa lain. Semalam, kami para pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari berbagai penjuru bergabung untuk memusyawarahkan dan permusyawaratan itu seiya-sekata berkata : inilah saatnya bagi kita untuk mengobarkan api revolusi kemerdekaan Indonesia. Saudara sekalian ! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami :



PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya

Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun 05
“Atas nama bangsa Indonesia”

 Soekarno-Hatta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar